Kandungan QS. Al-Insyirah
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ
صَدْرَكَ (1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (2) الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ (3)
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ (4) فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
(8)
Artinya :
“Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(1) Dan Kami telah menghilangkan dari
padamu bebanmu,(2)
yang memberatkan punggungmu? (3) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan
(nama)mu. (4) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.(6) Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.(8)”
Surat al-Insyirah turun sebelum Nabi Muhammad berhijrah ke
Madinah. Al-Insyirah artinya kelapangan dada. Surat ini juga dinamakan
dengan al-Syarh. Ada juga yang menyebutnya surat Alam Nasyrah.
Semua nama tersebut merujuk ke ayat pertamanya.
Surat al-Insyirah adalah wahyu yang ke-12 yang diterima Nabi
Muhammad Saw. Ia turun sesudah surat ad-Duha dan sebelum al-‘Ashr. Ia terdiri
dari 8 ayat.
Menjelang turunnya surah ad-Dhuha, Rasulullah Saw sangat
gelisah dan bimbang, karena lama tidak mendapatkan wahyu lagi dari Allah.
Sedangkan ketika turunnya surat ini, kegelisahan dan kekhawatiran tersebut
telah hilang. Beliau merasakan kelapangan dada dan jiwa yang tenang. Oleh
karena itu pada awal surat ini Allah mengingatkan beliau tentang anugerah
tersebut.
Isi kandungan surat ini berkaitan dengan akhir surat
sebelumnya, ad-Duha. Yaitu perintah untuk menyampaikan dan menunjukkan
nikmat-nikmat Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Diantara nikmat itu adalah wahyu
yang selama ini telah beliau terima. Dalam surat ini beliau diingatkan agar
terus menyampaikan dakwahnya, walaupun
penyampaian itu berat dan mendapat penolakan oleh banyak manusia. Beliau tidak
perlu khawatir dan berkecil hati, karena Allah akan selalu bersama beliau.
Allah tidak akan pernah meninggalkan nabi-Nya. Buktinya adalah
Dia telah melapangkan dada (hati) beliau sehingga mendapatkan ketenangan.
Kelapangan dada inilah yang menyebabkan Nabi saw mampu menerima dan menemukan
kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Serta dapat memberikan maaf atas kesalahan
dan gangguan dari orang lain.
Bukti kedua, Allah telah menghilangkan beban berat yang harus
beliau pikul. Diantaranya adalah :
a. wafatnya istri
beliau, Khadijah ra. dan paman beliau, Abu Thalib
b. beban berat saat
menerima wahyu
c. beban psikologis
(mental) akibat keadaan umat yang beliau yakini berada dalam jurang kebinasaan,
tapi belum tahu jalan keluar yang tepat.
Menghadapi kondisi Nabi Saw
yang seperti ini, Allah kemudian menghibur beliau dengan berfirman : “Dan
Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu”. Nama beliau disebut dalam dua
kalimat syahadat dan adzan. Disamping itu Allah juga memerintahkan kaum
muslimin agar bershalawat dan mentaati perintah beliau. Mentaati beliau juga
berarti mentaati Allah, sebagaimana firman-Nya :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Artinya :
“Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa [4] : 59)
Ini semua Allah sebutkan untuk memompa semangat beliau. Allah
juga mengingatkan bahwa beliau adalah manusia paling mulia di hadapan-Nya. Sehingga
tidak perlu khawatir dan kecil hati. Serta tidak perlu untuk berputus asa,
karena setiap kesulitan pasti jalan keluarnya.
Selanjutnya, Allah tunjukkan bukti kebenaran firman-Nya kepada
beliau. yaitu keberhasilan beliau dalam berdakwah di masa-masa awal. Pada
awalnya beliau sendirian, ditantang dan dianiaya oleh kaum kafir Mekah.
Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot, tidak boleh berjual beli,
bicara, kawin dan berbicara selama tiga tahun lamanya. Tapi akhirnya tiba juga
kelapangan dan jalan keluarnya. Hal ini seakan menyatakan bahwa kelapangan
dada, keringanan beban yang dirasakan dan keharuman nama Nabi Saw karena
sebelumnya beliau telah mengalami puncak kesulitan. Namun beliau tetap tabah
dan optimis. Sehingga berlaku sunnatullah “Apabila kesulitan telah mencapai
puncaknya maka pasti akan sirna dan disusul dengan kemudahan.”
Namun
semua kemudahan tersebut tidak akan dapat dicapai bila tidak dibarengi dengan
kesungguhan dalam berusaha. Disamping kesungguhan dalam berusaha, juga harus
dibarengi dengan pengharapan (doa) kepada Allah Swt. Sesuai dengan sebuah
ungkapan “Ora et Labora” (berdoa dan berusaha). Sebagaimana firman Allah
:
... ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
Artinya :
“.... Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke
luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang
siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)
nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65] : 2-3)
Komentar