Kandungan QS. Al-Humazah
Allah telah memberikan banyak sekali
kenikmatan dan karunia kepada manusia. Akan tetapi banyak manusia yang lupa
bahwa semuanya adalah berasal dari Allah. mereka menganggap karunia tersebut
adalah hasil dari usahanya sendiri. Sehingga mereka menjadi serakah dan tidak
mau berbagi dengan orang lain. Mereka juga menjadi orang yang sombong dan suka
merendahkan orang lain. Padahal dalam karunia yang mereka dapat terselip hak
orang lain.
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ
لُمَزَةٍ (1) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (2) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ
أَخْلَدَهُ (3) كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ (4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا
الْحُطَمَةُ (5) نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ (6) الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى
الْأَفْئِدَةِ (7) إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ (8) فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ (9)
Artinya :
“Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela, (1) yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,(2)
dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, (3)
sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Huthamah.(4) Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (5) (yaitu) api (yang
disediakan) Allah yang dinyalakan, (6) yang (membakar) sampai ke hati.(7)
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (8) (sedang mereka itu) diikat
pada tiang-tiang yang panjang.(9)”
Kata “al-Humazah” diambil
dari ayat pertama berarti pengumpat. Surat
al-Humazah terdiri dari 9 ayat. Surat ini
diturunkan di kota Mekah sehingga dikategorikan
sebagai surat
Makiyah. Surat ini juga sering disebut dengan surat “wail li kulli”
atau “al-Huthamah”.
Surat al-Humazah merupakan wahyu ke-31 yang
diterima oleh Nabi Muhammad. Ia turun sesudah surat
al-Qiyamah dan sebelum surat
al-Mursalat.
Surat ini berisi tentang ancaman terhadap dua
perbuatan yang dilakukan karena tidak peduli dengan lingkungan sekitar yaitu :
- mengumpat dan mencela orang lain.
Mengumpat dan mencela adalah
perbuatan yang dilakukan karena didasari rasa sombong. Mereka yang melakukan
perbuatan ini merasa dirinya lebih tinggi dari orang yang diumpat atau
dicelanya. Mereka juga mempunyai perasaan bahwa dirinya adalah orang yang benar
dan mulia. Padahal bisa jadi orang dihinanya itu lebih baik darinya.
Sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا
تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ ... (11)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri…”(QS. Al-Hujurat
[49] : 11)
Dalam ayat diatas dikatakan
bahwa jika kita mencela seseorang maka sesungguhnya kita telah mencela diri
kita sendiri. Hal ini karena biasanya orang yang mencela orang lain disebabkan rasa
iri hati dengan sesuatu yang dimiliki orang lain. Ini menunjukkan bahwa dialah
yang sebenarnya lebih rendah dari yang dicelanya.
Termasuk juga ke dalam perbuatan
ini adalah menggunjing dan membicarakan sisi negatif seseorang dibelakang yang
bersangkutan. Perbuatan yang seperti dinamakan juga ghibah, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad Saw :
اَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ ص. قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الغِيْبَةُ؟ قَالُوْا اللهُ
وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمُ، قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ
أَفَرَاَيْتَ اِنْ كَانَ فِي اَخِي مَا اَقُوْلُ ، قَالَ اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا
تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهَ (رواه مسلم)
Artinya :
“Sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda : tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat menjawab : Allah dan
rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau berkata : kamu membicarakan saudaramu (orang
lain) apa yang tidak ia senangi, beliau ditanya : bagaimana jika saudaraku itu
memang seperti yang aku katakan. Nabi menjawab : jika ia seperti yang kamu
katakan, maka kamu lebih menggunjingnya. Dan jika tidak sesuai maka kamu lebih
membuat kebohongan besar mengenainya.” (HR. Muslim)
Namun menurut Quraish Shihab, ada beberapa ghibah yang
dibolehkan selama memenuhi salah satu syarat dibawah ini :
-
mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang
kepada pihak yang dapat mengatasi penganiayaan itu.
-
Mengharapkan bantuan dari seseorang agar selamat
dari perbuatan jahat orang lain.
-
Menyebutkan keburukan dalam rangka meminta fatwa
keagamaan.
-
Menyebutkan keburukan orang dengan maksud
peringatan kepada orang lain agar tidak menjadi korbannya.
-
Membicarakan perbuatan buruk seseorang yang telah
melakukannya dengan terang-terangan dan tanpa malu.
-
Memberinya ciri tertentu sehingga membuatnya lebih
mudah dikenali.
- menumpuk harta
Menumpuk
harta merupakan salah satu sebab yang membuat seseorang mengumpat atau mencela
orang lain. Mereka merasa bahwa harta membuatnya lebih tinggi dari orang lain. Mereka
lupa bahwa harta yang dimiliki adalah berasal dari Allah.
Mereka juga menganggap bahwa
harta yang mereka miliki akan selamanya berada dalam genggamannya. Mereka lupa
bahwa ketika kematian menjemput, harta yang dimiliki tidak akan menemaninya.
Oleh karena itu tidak salah kalau Allah menginggatkan kita agar berhati-hati
dengan harta yang dimilki, sebagaimana firman Allah :
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ (28)
Artinya :
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal
[8] : 28)
Dalam ayat diatas harta
dianggap sebagai sebuah fitnah. Karena harta dapat menjerumuskan manusia ke
dalam kesesatan. Peringatan Allah ini berkaitan dengan kecenderungan manusia
yang mencintai kehidupan dunia beserta isinya. Sebagaimana firman Allah :
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ
عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14)
Artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).” (QS. Ali Imran [3] : 14)
Orang yang menumpuk harta dan
tidak mau berbagi dengan orang lain lupa bahwa harta tersebut belum tentu
mereka manfaatkan. Padahal menurut Ibnu Khaldun, seorang filosof muslim,
mengatakan bahwa harta baru dinamakan rezeki ketika harta itu dapat
dimanfatkan. Namun ketika tidak dimanfaatkan maka belum rezeki namanya. Dan
yang dimaksud dimanfaatkan disini adalah digunakan oleh kita sendiri maupun
oleh orang lain. Jadi bila kita mempunyai makanan, baju, uang dan lain
sebagainya namun tidak kita manfaatkan itu berarti belum rezeki kita.
Dan balasan bagi mereka yang
suka mencela dan menumpuk harta adalah neraka huthamah. Yaitu neraka yang
menyala-nyala yang mampu membakar sampai ke bagian terdalam tubuh manusia
(hati).
Komentar
Izin copy paste ya tulisannya,
Terimakasih banyak, ini sangat membantu
Izin copy paste ya tulisannya
Terimakasih banyak, ini sangat membantu