Makna Ibadah Yang Hakiki




Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai sebagian masyarakat kita yang saling mengklaim bahwa apa yang mereka anut adalah yang paling baik dan kadang-kadang bahkan disertai dengan pemaksaan kepada yang lain agar mengikuti pendapat mereka dan yang tidak sependapat dengan mereka adalah orang-orang yang telah keluar dari Islam.

Kondisi masyarakat yang tidak bisa menerima perbedaan seperti ini jika terus dibiarkan hanya akan mengakibatkan terjadinya perpecahan umat yang pada akhirnya akan berujung kepada kemunduran dan kehancuran Islam.

Problem perbedaan dalam tata cara dalam beribadah, perbedaan sudut pandang terhadap nash agama adalah hal yang biasa yang tidak semestinya dibesarkan-besarkan dan tidak sepantasnya hal tersebut terjadi jika mereka mau menyadari dan memahami bahwa yang terpenting dalam beribadah kepada Allah bukanlah kepada siapa dan madzhab apa yang kita anut tetapi didasarkan kepada keimanan dan keikhlasan seseorang di dalam menjalankannya.
Allah Swt. Berfirman:

Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)

Dalam ayat diatas jelas bahwa dalam beribadah, berbuat kebajikan bukanlah bagaimana dan seperti apa kita mengerjakannya tetapi harus didasarkan pada dua hal sehingga ibadah tersebut diterima oleh Allah:

Pertama, sebuah ibadah haruslah didasari keimanan kepada:
a)     Allah : keimanan kepada Allah merupakan asas pertama dalam beribadah. Allah hendaknya dijadikan sebagai tujuan pertama dalam setiap pekerjaan
  
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,( QS. Al-An’am: 162)

b)    Hari akhir: sebagai motivator dalam beribadah, setiap perbuatan yang kita kerjakan akan mendapatkan balasan yang setimpal.
c)     Malaikat :
d)    Kitab suci: sebagai panduan dalam beribadah karena di dalamnya mengandung firman Allah yang mengatur tentang aturan dalam beribadah kepada-Nya
e)     Nabi : sebagai pembawa pesan Allah dan teladan yang terbaik dalam menjelaskan isi kandungan Al-Qur’an

Seseorang yang beribadah namun di dalamnya hatinya tidak tertanam rasa keimanan biasanya mengerjakan ibadah dengan malas dan hanya ingin dilihat oleh orang lain:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.(QS. An-Nisa: 142)

Kedua, keyakinan/ keimanan dalam hati belumlah cukup jika tidak diwujudkan dalam bentuk yang lebih konkret dalam keseharian kita dengan jalan:
a)     memberikan harta yang kita cintai kepada orang-orang yang membutuhkan yang ada di sekitar kita: (keluarga, kerabat, teman, saudara dll), anak yatim, orang miskin dst.

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS. Ali Imran: 92)

Kisah Habil dan Qabil saat memperebutkan Iqlima untuk dijadikan sebagai istri, kemudian hanya persembahan Habil Allah terima karena dia mempersembahkan apa yang terbaik dan yang paling dia cintai merupakan satu contoh nyata bagi kita bahwa dalam bershadaqah hendaknya memberikan yang terbaik bukan sesuatu yang kita sendiri sudah tidak mau menggunakannya

b)    Shalat dan zakat sebagai wujud kesadaran akan kebesaran Allah dan pengakuan bahwa kita adalah tidak sebanding dengan-Nya. Shalat dan zakat mengingatkan manusia akan jati dirinya yang sesungguhnya, yaitu seorang hamba dan makhluk ciptaan Allah yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan.  
c)     Menepati janji dan sabar dalam menghadapi segala cobaan yang datang kepadanya

Mereka yang dalam beribadah, berbuat kebajikan, kepada Allah dengan didasarkan kepada keimanan dan kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh Allah diangkat derajatnya termasuk ke dalam golongan shiddiqin, sebuah derajat yang sangat mulia di sisi Allah karena berada satu tingkat dibawah para Nabi-Nya. Dan mereka adalah sebaik teman.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kandungan QS. Al-Kautsar

Kandungan QS. Al-Humazah

Kandungan QS. Al-Insyirah